Mantra
Kisah ini berisi ungkapan perasaan penulis tentang memori dan kenangan bersama orang tersayang, Mamak (Nenek dari ibuku)
Alangkah baiknya kalian membaca sembari memutar ini (411) Sal Priadi - Gala bunga matahari (Official Lyric Video) - YouTube
Wanita dengan wajah dan perwakan yang mirip ibuku ini
sangat rajin, ulet, dan penyayang. Sejak kecil, aku sangat senang berada di
sekitar Mamak, begitu aku memanggil beliau. Setiap akhir pekan, hari raya, dan libur sekolah jadi momen tepat
bagiku untuk berkunjung dan menghabiskan waktu di rumahnya. Kadang aku
berlibur bersama keluargaku (ayah, ibu, dan saudara), tapi ada beberapa waktu
aku akan berlibur sendirian ke sana. Rumah mamak terletak di desa yang asri dan
lingkungan yang rukun.
Sama dengan cucu-cucu yang lain, ketika sampai di rumahnya
aku akan ditawari makan. Beberapa list menu seperti kare, soto, ayam goreng,
telur dadar, tahu lontong, mi jawa, dan masakan lezat lain mamak tawarkan. Mamak segera ke dapur dan menyiapkan makanan, lalu dalam waktu singkat hidangan sudah tersedia.
Sesi makan akan berakhir dengan perbincangan,
“Enak, nduk?”
“Uenak, Mak. Mbinjing nyuwun dimasakno niki
malih nggih”
Enak sekali, Mak. Besok minta dimasakkan ini lagi ya
Saat malam tiba, mamak menyiapkan kasur dan perlengkapan tidur. Beliau sudah hafal dengan kebiasaanku yang selalu tidur dengannya. Kadang kami tidur di kamar, namun lebih sering di depan televisi. Aku yang mengantuk segera terlelap. Di sela tidurku, aku merasakan gerakan seseorang mengelus kaki disertai aroma soffel, mamak lah yang melakukannya. Beliau selalu mengoleskan soffel setiap ada nyamuk yang akan menggigit sembari menutup kakiku dari selimut yang tersingkap.
Sebelum adzan subuh berkumandang, sisi sebelahku sudah
kosong. Mamak telah bangun. Ku tengok bagian dapur, lampunya menyala menandakan
mamak sudah memasak untuk menu berjualan. Aku bangun bergegas menyusul ke dapur.
Tentu saja tidak ikut memasak, aku hanya duduk di kursi sembari mengamati mamak
sibuk hilir mudik mengatur panci, kompor, dan wajan agar masakan matang sebelum
waktu sarapan tiba. Kadang, jika suhu udara sangat dingin, aku akan duduk
menghangatkan diri di depan pawon dan menjaga agar api kompor
tradisional tersebut tetap menyala. Serunya kegiatan subuh ini, ditutup dengan
aku mencicipi beberapa makanan yang baru matang dengan uap yang masih menguar hehe.
Terdapat satu agenda wajib lain yang menjadi favoritku. Setiap pasaran
(Waktu buka pasar di desa, biasanya seminggu dua kali), aku akan ikut mamak
belanja ke pasar. Kami berangkat berjalan kaki, di sepanjang perjalanan mamak
pasti akan menawarkanku beberapa menu makanan. Soto, cendol, bakso, belut,
ikan, jajanan pasar, dan ciki. Oh tidak lupa Mi ayam. Sejak kecil aku sudah
sering sarapan Mi ayam lho, bukan hanya orang Jakarta saja yang punya menu
sarapan ini haha.
Pasar selalu padat dengan pedagang, pembeli, pengangkut barang, gerobak, sepeda motor, becak, dan orang lalu lalang membuat mamak menggandeng tanganku dengan erat agar aku tidak hilang dan terhimpit. Aku akan membantu beliau membawa belanjaan, meminta jajan, dan yang berakhir dikenalkan ke beberapa penjual langganannya (kadang mamak dapat diskon atau diberi tambahan belanjaan berkat iniii). Mamak bisa belanja selama 2 hingga 3 jam lamanya. Banyak sekali belanjaan yang dibeli, dari ayam hidup, ayam potong, sayuran, buah, tahu, tempe, bumbu dapur, beras dan lain-lain. Bahkan kami perlu menitipkan barang belanjaan secara bertahap agar tidak berat membawanya. Jika beruntung, mamak akan mampir ke area makanan laut untuk membeli rajungan, cumi, atau udang mantis (yoyodang) yang nantinya akan menjadi masakan spesial setiap pasaran. Setelah belanjaan utama terbeli, mamak menanyaiku mengenai barang yang kuinginkan, jawabanku hanya jajan dan makanan karena laparπ.
Banyaknya belanjaan kami bawa pulang dengan moda transportasi
becak. Mamak sudah memiliki tukang becak langganan yang akan sigap membantu
mengambil dan mengangkut semua belanjaan. Kami naik becak dengan memangku setumpuk
belanjaan, ayam hidup di dekat kaki, dan belanjaan lain di stang depan supir becak, becak penuh belanjaan dengan kami sedikit terhimpit. Aku waswas dan akan berteriak ketika si ayam tidak sengaja mematok atau bahkan mengeluarkan kotoran di kakiku ☹.
Waktu libur telah usai, aku harus kembali ke rumah dan
bersekolah. Berpamitan dengan mamak membuat emosiku campur aduk. Saat masih
kecil dulu, sekitar usia 4-8 tahun aku akan menangis dan menolak pulang. Bahkan, aku sempat berpikir tidak usah pulang dan
sekolah di desa saja agar bisa terus bersama mamak (aduh, dramatisir sekali
bukan?). Namun, tenang sajaa pikiran itu hanya celetukan polos anak kecil yang
jika orang tuaku tau pasti akan marah haha. Drama menangisku tersebut akan
berlanjut di rumah. Setibanya di rumah, aku akan merenung dan tidak mau makan. Aku
merasa sudah rindu mamak, sedih sekali rasanya. Satu mantra yang selalu aku ucapkan
ketika menangis adalah “Aku sayang mamak aku mau bareng mamak”. Mantra tersebut
kuulang beberapa kali hingga terlelap, dan besoknya ketika bangun aku pasti
demam Peace π
π. SEKIAN
***
Akhirnya, tulisan ini berhasil kubuat. Tidak terhitung berapa kali aku berhenti, rasa haru dan sedih masih sering terpantik disertai beberapa lembar tisu berserakan hingga tulisan ini selesai. Kisah di atas hanya sebagian kecil dari memoriku bersama mamak. Beliau telah berpulang 4 tahun lalu yang kemudian disusul juga oleh Mbah Nang (Nenek dan Kakek dari pihak ibuku). Sepasang suami istri ini meninggal dalam waktu berdekatan. 2020 menjadi tahun terberat bagi keluargaku, wabah Covid-19 dan kepergian orang terdekat meninggalkan kesedihan tersendiri.
Perlahan namun pasti, semuanya telah berlalu.
Al-Fatihah untuk Mamak Kartini dan Mbah Nang Kambang π
Tidak ada komentar:
Posting Komentar