Sabtu, 29 Juni 2024

Mamak dan Mantraku

Mantra

Kisah ini berisi ungkapan perasaan penulis tentang memori dan kenangan bersama orang tersayang, Mamak (Nenek dari ibuku)

Alangkah baiknya kalian membaca sembari memutar ini  (411) Sal Priadi - Gala bunga matahari (Official Lyric Video) - YouTube

    

Wanita dengan wajah dan perwakan yang mirip ibuku ini sangat rajin, ulet, dan penyayang. Sejak kecil, aku sangat senang berada di sekitar Mamak, begitu aku memanggil beliau. Setiap akhir pekan, hari raya, dan libur sekolah jadi momen tepat bagiku untuk berkunjung dan menghabiskan waktu di rumahnya. Kadang aku berlibur bersama keluargaku (ayah, ibu, dan saudara), tapi ada beberapa waktu aku akan berlibur sendirian ke sana. Rumah mamak terletak di desa yang asri dan lingkungan yang rukun.

Sama dengan cucu-cucu yang lain, ketika sampai di rumahnya aku akan ditawari makan. Beberapa list menu seperti kare, soto, ayam goreng, telur dadar, tahu lontong, mi jawa, dan masakan lezat lain mamak tawarkan. Mamak segera ke dapur dan menyiapkan makanan, lalu dalam waktu singkat hidangan sudah tersedia.

Sesi makan akan berakhir dengan perbincangan,

“Enak, nduk?”

 “Uenak, Mak. Mbinjing nyuwun dimasakno niki malih nggih

Enak sekali, Mak. Besok minta dimasakkan ini lagi ya 

Saat malam tiba, mamak menyiapkan kasur dan perlengkapan tidur. Beliau sudah hafal dengan kebiasaanku yang selalu tidur dengannya. Kadang kami tidur di kamar, namun lebih sering di depan televisi. Aku yang mengantuk segera terlelap. Di sela tidurku, aku merasakan gerakan seseorang mengelus kaki disertai aroma soffel, mamak lah yang melakukannya. Beliau selalu mengoleskan soffel setiap ada nyamuk yang akan menggigit sembari menutup kakiku dari selimut yang tersingkap.

Sebelum adzan subuh berkumandang, sisi sebelahku sudah kosong. Mamak telah bangun. Ku tengok bagian dapur, lampunya menyala menandakan mamak sudah memasak untuk menu berjualan. Aku bangun bergegas menyusul ke dapur. Tentu saja tidak ikut memasak, aku hanya duduk di kursi sembari mengamati mamak sibuk hilir mudik mengatur panci, kompor, dan wajan agar masakan matang sebelum waktu sarapan tiba. Kadang, jika suhu udara sangat dingin, aku akan duduk menghangatkan diri di depan pawon dan menjaga agar api kompor tradisional tersebut tetap menyala. Serunya kegiatan subuh ini, ditutup dengan aku mencicipi beberapa makanan yang baru matang dengan uap yang masih menguar hehe.


https://images.app.goo.gl/da6zeeMcMZ9vzRa76

Terdapat satu agenda wajib lain yang menjadi favoritku. Setiap pasaran (Waktu buka pasar di desa, biasanya seminggu dua kali), aku akan ikut mamak belanja ke pasar. Kami berangkat berjalan kaki, di sepanjang perjalanan mamak pasti akan menawarkanku beberapa menu makanan. Soto, cendol, bakso, belut, ikan, jajanan pasar, dan ciki. Oh tidak lupa Mi ayam. Sejak kecil aku sudah sering sarapan Mi ayam lho, bukan hanya orang Jakarta saja yang punya menu sarapan ini haha.

Pasar selalu padat dengan pedagang, pembeli, pengangkut barang, gerobak, sepeda motor, becak, dan orang lalu lalang membuat mamak menggandeng tanganku dengan erat agar aku tidak hilang dan terhimpit. Aku akan membantu beliau membawa belanjaan, meminta jajan, dan yang berakhir dikenalkan ke beberapa penjual langganannya (kadang mamak dapat diskon atau diberi tambahan belanjaan berkat iniii). Mamak bisa belanja selama 2 hingga 3 jam lamanya. Banyak sekali belanjaan yang dibeli, dari ayam hidup, ayam potong, sayuran, buah, tahu, tempe, bumbu dapur, beras dan lain-lain. Bahkan kami perlu menitipkan barang belanjaan secara bertahap agar tidak berat membawanya. Jika beruntung, mamak akan mampir ke area makanan laut untuk membeli rajungan, cumi, atau udang mantis (yoyodang) yang nantinya akan menjadi masakan spesial setiap pasaran. Setelah belanjaan utama terbeli, mamak menanyaiku mengenai barang yang kuinginkan, jawabanku hanya jajan dan makanan karena lapar😞.

https://images.app.goo.gl/dWyukT8VSaAf8uDUA

Banyaknya belanjaan kami bawa pulang dengan moda transportasi becak. Mamak sudah memiliki tukang becak langganan yang akan sigap membantu mengambil dan mengangkut semua belanjaan. Kami naik becak dengan memangku setumpuk belanjaan, ayam hidup di dekat kaki, dan belanjaan lain di stang depan supir becak, becak penuh belanjaan dengan kami sedikit terhimpit. Aku waswas dan akan berteriak ketika si ayam tidak sengaja mematok atau bahkan mengeluarkan kotoran di kakiku .

Waktu libur telah usai, aku harus kembali ke rumah dan bersekolah. Berpamitan dengan mamak membuat emosiku campur aduk. Saat masih kecil dulu, sekitar usia 4-8 tahun aku akan menangis dan menolak pulang. Bahkan, aku sempat berpikir tidak usah pulang dan sekolah di desa saja agar bisa terus bersama mamak (aduh, dramatisir sekali bukan?). Namun, tenang sajaa pikiran itu hanya celetukan polos anak kecil yang jika orang tuaku tau pasti akan marah haha. Drama menangisku tersebut akan berlanjut di rumah. Setibanya di rumah, aku akan merenung dan tidak mau makan. Aku merasa sudah rindu mamak, sedih sekali rasanya. Satu mantra yang selalu aku ucapkan ketika menangis adalah “Aku sayang mamak aku mau bareng mamak”. Mantra tersebut kuulang beberapa kali hingga terlelap, dan besoknya ketika bangun aku pasti demam Peace πŸ˜…πŸ˜‚. SEKIAN

***

Akhirnya, tulisan ini berhasil kubuat. Tidak terhitung berapa kali aku berhenti, rasa haru dan sedih masih sering terpantik disertai beberapa lembar tisu berserakan hingga tulisan ini selesai. Kisah di atas hanya sebagian kecil dari memoriku bersama mamak. Beliau telah berpulang 4 tahun lalu yang kemudian disusul juga oleh Mbah Nang (Nenek dan Kakek dari pihak ibuku). Sepasang suami istri ini meninggal dalam waktu berdekatan. 2020 menjadi tahun terberat bagi keluargaku, wabah Covid-19 dan kepergian orang terdekat meninggalkan kesedihan tersendiri. 

Perlahan namun pasti, semuanya telah berlalu. 

Al-Fatihah  untuk Mamak Kartini dan Mbah Nang Kambang πŸ’–

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mamak dan Mantraku

Mantra